Rencana gobar alias gowes bareng tutup tahun Mentari69
kali ini sebenarnya sudah cukup lama direncanakan, tak kurang dari dua bulan
waktu terlewati buat kampanye lewat berbagai media iklan hingga info ngalor
ngidul di pos ronda ngasi kesempatan para pemuda tangguh Mentari69
mempersiapkan segala sesuatunya terutama RRI (restu ridho istri) yg biasanya
paling sulit didapat, namun entah kenapa masih banyak yg tidak bisa ikut dengan
berbagai macam alasan khas pemuda mentari mulai dari masih terkena sabetan
katana versi joni (jongos nipon), persiapan akhir taun, kena tugas negara
dadakan hingga RRI yg tak kunjung tegak bak impoten. Padahal trek yg disuguhkan
kali ini konon katanya lebih indah, lebih seksi, lebih asoy, lebih lengkap dan
segala lebih lebih yg lain dibandingkan trek Cianten yg pernah kami jajal
sebelumnya. Itu semua dari ceritanya om Agung yg sepertinya sih bukan promosi.
Pada akhirnya hanya 4 pemuda yg terkumpul, om agung, om edi, om bagas aka pak
ketu, dan saya sendiri. Berhubung anggota jelajah hanya 4 orang, kami pakai 1
mobil saja, untuk loading, dua sepeda di dalam sisanya pakai bike rack. Sabtu 7
Dec 2013, pagi pagi buta kami sudah meluncur melewati tol Cikampek lanjut
Jagorawi menuju gadog. Perjalanan terasa sangat lancar, tak butuh waktu lama
untuk tiba di Gadog, hanya satu jam an saja. Di sebuah masjid kanan jalan
tempat kami unloading yg terkenal di kalangan goweser yg menuju puncak sebagai
tempat parkir sudah terlihat banyak mobil sedang unloading dengan tunggangan
kebesaran masin masing. Tempat ini dipilih lantaran sekaligus sebagai titik
finish jalu RA gadog. Sempat saya lirik lirik banyak diantaranya dari sepeda
merk terkenal yg tentunya berharga selangit. Tapi yg utama dari gowes bukanlah
harga yg tersemat di balik sepedanya namun dengkul yg menggenjot di balik
pedalnya.(padahal sich memang ga sanggup beli he..he...). Susuai kesepakatan
sebelumnya saya dan om agung ngerace dari bawah, pak ketu dan om cuenk naik
angkot, katanya masih butuh banyak latihan buat menaklukkan tanjakan.
Perlahan saya dan om agung mulai menggenjot sepeda
menikmati udara pagi nan segar, menyusuri tanjakan gadog puncak. selalu
menimbulkan sensasi tersendiri setiap melewati tanjakan, menikmati nafas yg
memburu dan keringat menetes yg beradu cepat dengan degupan jantung dan paru
paru. Kenikmatan akan bersepeda mencapai klimaksnya saat berhasil mencapai
puncak tanjakan. Saat saat seperti ini yg selalu saya tunggu. Di awal tanjakan,
perlahan saja kami memutar pedal sepeda namu berubah total saat seorang goweser
dengan kecepatan tinggi menyalip kami. Naluri ngerace dengan sedikit gengsi
karena disalip segera muncul. Langsung saya kejar goweser tadi meninggalkan om
agung di belakang. Selanjutnya saya kuntit goweser tadi sekedar menguji dengkul
hasil latihan selama ini. Sekitar 5km berikutnya berhasil juga saya salip
goweser yg tidak sempat saya tanya tanya berhubung nafas terlalu panas. Selepas
taman safari jalan terasa semakin miring namun beruntung di kiri kanan jalan
pemandangan indah khas puncak selalu menyegarkan mata yg melihatnya disertai
semilir angin pegunungan yg sedikit membantu menurunkan suhu tubuh. Gowes
nanjak pemanasan berakhir di warung mang ade. Total 22km jarak tempuh dengan
kemiringan jalan naik 1050m ,dari 450m di gadog hingga mencapai 1500m di warung
mang ade.



Pemandangan sepanjang jalur Puncak
Berhubung tak satupun dari kami yg pernah lewat trek ini, dengan
alasan takut nyasar kami sepakat memakai jasa marshal alias pemandu jalan
dengan membayar 250rb. Om Tedy sang marshal sudah siap dengan terlebih dulu
memberi sedikit wejangan sebelum masuk ke trek. Tak butuh waktu lama sejak
masuk trek untuk menemukan nikmatnya jalur offroad dengan jalan tanah becek dan
berlumpur sehabis hujan semalam.
Prosotan demi prosotan yg nikmatnya tidak ketulungan saat dilalui
menjadi menu trek selanjutnya. Dengan titik start yg harus dicapai dengan
nanjak 1000an meter bisa dipastikan trek sebaliknya adalah jalan menurun nan
maknyuss. Olah tkp segera digelar saat terhampar pemandangan puncak yg menggoda
sebagai barbuk alias barang bukti perjalanan. Puas jepret jepret perjalanan
kami lanjutkan menyusuri pinggiran rindu alam. Hutan yg masih lebat di kiri
kanan jalan menemani sepanjang jalan sebelum memasuki kebun teh yg membentang
hingga kejauhan. Hujan rintik rintik mulai turun memaksa kami mengenakan jas
hujan. Kombinasi jalan berlumpur, hujan rintik, hingga dinginnya suhu puncak
dengan hijaunya vegetasi alam semakin menambah nikmatnya gowes kali ini.



Lintasan awal Rindu Alam Classic
Kebun teh nan mempesona
Kebun
teh ini selanjutnya berlanjut memasuki perkebunan Gunung Mas yg juga salah satu
obyek wisata di daerah puncak yg cocok untuk wisata keluarga dengan tempat
pemancingan dan kolam renang. Dari sini akan tembus ke bagian pintu gerbang
Taman Safari. Hujan bertambah deras, suhu tubuh dengan cepat bertambah dingin.
Selepas taman safari mulai kami dapati jalan yg menanjak termasuk di dalamnya
tanjakan ngehek yg terkenal. Berhubung saya gunakan ukuran ban yg kecil yg
sebenarnya kurang cocok dipakai di jalur berlumpur, bersama pak ketu sering
tertinggal di belakang. Dengan gaya yg khas fantat meliuk liuk bak ular kobra
dari india dari kejauhan terlihat pak ketu berusaha keras menaklukkan tanjakan
ngehe. Om agung dan om cueng sudah menunggu di atas siap menjepret kami yg
masih di bawah.
Trek berlumpur
Setelah tanjakan ngehe kembali kami lewati kebun teh yg
berlanjut masuk ke hutan lebat. Di tengah lebat dan gelapnya hutan, saya sama
pak ketu berhenti sebentar sambil mengatur nafas dan mendinginkan bokong yg
semakin terasa panas. Terdengar suara berciutan dari atas pohon, kami
perhatikan sejenak rupanya pohon di depan kami dijadikan sarang monyet.
Berloncatan ke sana kemari entah ngasi semangat ke kami untuk lanjut gowes atau
sebaliknya mau mengusir. Meminjam istilah pak ketu dari pada diperkosa monyet
di tengah hutan, tanpa menunggu lebih lama segera kami lanjutkan perjalanan.
Selanjutnya kami memasuki wilayah Desa Sukamaju , dari sini bisa dibilang
tinggal menggelinding turun hingga menggiring kami tiba kembali ke gadog
setelah sempat makan siang di sebuah tikungan.
Mengatur nafas
Monyet masih banyak di seputar puncak
Rute RA (rindu alam) Classic
Sungguh sebuah perjalanan yg berkesan, ditambah
kepuasan menikmati salah satu lintasan gowes paling cantik di seputar jawa
barat.