Senin, 30 Desember 2013

Ujung Genteng, Pesona di Ujung Pulau


Untuk mengisi liburan akhir tahun ini, kami coba mengunjungi salah satu tujuan wisata di Sukabumi yakni pantai Ujung Genteng. Sesuai namanya, letaknya benar benar di ujung selatan Jawa barat. Dari sukabumi sendiri masih lebih dari 100kilometeran lagi jarak yg harus ditempuh. Berangkat sekeluarga dari Cikarang jam 5 pagi tgl 25 Dec 2013, arah yg kami tempuh melalui jalur cianjur via jonggol. Sengaja kami tempuh jalur ini mengingat informasi yg didapat betapa parahnya kemacetan jalur bogor sukabumi. Berangkat jam 5 pagi, sejam berikutnya sudah sampai di Cikalong kulon dengan lalu lintas yg masih sepi. Sekitar jam 6.30 sudah masuk kota Cianjur. Sarapan di Cianjur lanjut ke Sukabumi. Dari Sukabumi ada dua arah yg bisa ditempuh. Pertama arah lengkong, dengan mengambil jalan pelabuhan yg mengarah ke pelabuhan ratu, setelah terminal lembursitu tepatnya di puskesmas gunung guruh belok kiri. Hanya ada satu jalan utama menuju ujung genteng, jadi tinggal mengikutinya saja. Jalur ini melewati Lengkong lanjut Surade hingga tiba di ujung genteng. Jarak dari sukabumi sekitar 110km dengan 4 jam perjalanan. Jalanan sebagian besar banyak yg berlobang membuat mobil tidak bisa melaju cepat. Yang ke dua arah Pelabuhan ratu, dari sukabumi ambil arah pelabuhan ratu. Menjelang pelabuhan ratu tepatnya di pertigaan Cidadap belok kiri masuk jalan kiara dua. Jalur ini akan bertemu jalur yg pertama di daerah Lengkong untuk selanjutnya sama sama menuju Surade. Jalur yg ke dua ini lebih jauh dengan jarak dari Sukabumi sekitar 120km tetapi lebih banyak jalan bagusnya dibanding yg pertama. Perginya kami ambil jalur yg pertama sedangkan pulangnya jalur yg ke dua. Kedua jalur ini sama sama menyajikan pemandangan alam yg amat cantik dan hijau sepanjang jalan.
 View menuju Ujung Genteng
Di ujung genteng banyak tersedia penginapan atau Vila dengan harga terjangkau, jadi tidak perlu kuatir kehabisan tempat. Kelebihan pantai ujung genteng adalah airnya yg jernih dengan pasir putihnya. Berikut foto foto yg sempat diambil.








Pulangnya keesokan harinya dan berhubung hari kerja jalanan dari Sukabumi ke arah Cianjur jauh lebih macet. Bermaksud menghindari kemacetan di Cibarusah,  dari cianjur kami coba ambil arah Padalarang untuk masuk tol Cipularang. Tapi ternyata waktu yg ditempuh sangat lama karena terjebak kemacetan di Padalarang, mungkin karena hari kerja.   
Mudah mudahan bisa dijadikan referensi buat om /tante yg mau jalan jalan ke Ujung genteng.

Cumbuan Rindu Alam


Rencana gobar alias gowes bareng tutup tahun Mentari69 kali ini sebenarnya sudah cukup lama direncanakan, tak kurang dari dua bulan waktu terlewati buat kampanye lewat berbagai media iklan hingga info ngalor ngidul di pos ronda ngasi kesempatan para pemuda tangguh Mentari69 mempersiapkan segala sesuatunya terutama RRI (restu ridho istri) yg biasanya paling sulit didapat, namun entah kenapa masih banyak yg tidak bisa ikut dengan berbagai macam alasan khas pemuda mentari mulai dari masih terkena sabetan katana versi joni (jongos nipon), persiapan akhir taun, kena tugas negara dadakan hingga RRI yg tak kunjung tegak bak impoten. Padahal trek yg disuguhkan kali ini konon katanya lebih indah, lebih seksi, lebih asoy, lebih lengkap dan segala lebih lebih yg lain dibandingkan trek Cianten yg pernah kami jajal sebelumnya. Itu semua dari ceritanya om Agung yg sepertinya sih bukan promosi. Pada akhirnya hanya 4 pemuda yg terkumpul, om agung, om edi, om bagas aka pak ketu, dan saya sendiri. Berhubung anggota jelajah hanya 4 orang, kami pakai 1 mobil saja, untuk loading, dua sepeda di dalam sisanya pakai bike rack. Sabtu 7 Dec 2013, pagi pagi buta kami sudah meluncur melewati tol Cikampek lanjut Jagorawi menuju gadog. Perjalanan terasa sangat lancar, tak butuh waktu lama untuk tiba di Gadog, hanya satu jam an saja. Di sebuah masjid kanan jalan tempat kami unloading yg terkenal di kalangan goweser yg menuju puncak sebagai tempat parkir sudah terlihat banyak mobil sedang unloading dengan tunggangan kebesaran masin masing. Tempat ini dipilih lantaran sekaligus sebagai titik finish jalu RA gadog. Sempat saya lirik lirik banyak diantaranya dari sepeda merk terkenal yg tentunya berharga selangit. Tapi yg utama dari gowes bukanlah harga yg tersemat di balik sepedanya namun dengkul yg menggenjot di balik pedalnya.(padahal sich memang ga sanggup beli he..he...). Susuai kesepakatan sebelumnya saya dan om agung ngerace dari bawah, pak ketu dan om cuenk naik angkot, katanya masih butuh banyak latihan buat menaklukkan tanjakan.
Perlahan saya dan om agung mulai menggenjot sepeda menikmati udara pagi nan segar, menyusuri tanjakan gadog puncak. selalu menimbulkan sensasi tersendiri setiap melewati tanjakan, menikmati nafas yg memburu dan keringat menetes yg beradu cepat dengan degupan jantung dan paru paru. Kenikmatan akan bersepeda mencapai klimaksnya saat berhasil mencapai puncak tanjakan. Saat saat seperti ini yg selalu saya tunggu. Di awal tanjakan, perlahan saja kami memutar pedal sepeda namu berubah total saat seorang goweser dengan kecepatan tinggi menyalip kami. Naluri ngerace dengan sedikit gengsi karena disalip segera muncul. Langsung saya kejar goweser tadi meninggalkan om agung di belakang. Selanjutnya saya kuntit goweser tadi sekedar menguji dengkul hasil latihan selama ini. Sekitar 5km berikutnya berhasil juga saya salip goweser yg tidak sempat saya tanya tanya berhubung nafas terlalu panas. Selepas taman safari jalan terasa semakin miring namun beruntung di kiri kanan jalan pemandangan indah khas puncak selalu menyegarkan mata yg melihatnya disertai semilir angin pegunungan yg sedikit membantu menurunkan suhu tubuh. Gowes nanjak pemanasan berakhir di warung mang ade. Total 22km jarak tempuh dengan kemiringan jalan naik 1050m ,dari 450m di gadog hingga mencapai 1500m di warung mang ade.
 Pemandangan sepanjang jalur Puncak
Berhubung tak satupun dari kami yg pernah lewat trek ini, dengan alasan takut nyasar kami sepakat memakai jasa marshal alias pemandu jalan dengan membayar 250rb. Om Tedy sang marshal sudah siap dengan terlebih dulu memberi sedikit wejangan sebelum masuk ke trek. Tak butuh waktu lama sejak masuk trek untuk menemukan nikmatnya jalur offroad dengan jalan tanah becek dan berlumpur sehabis hujan semalam.  Prosotan demi prosotan yg nikmatnya tidak ketulungan saat dilalui menjadi menu trek selanjutnya. Dengan titik start yg harus dicapai dengan nanjak 1000an meter bisa dipastikan trek sebaliknya adalah jalan menurun nan maknyuss. Olah tkp segera digelar saat terhampar pemandangan puncak yg menggoda sebagai barbuk alias barang bukti perjalanan. Puas jepret jepret perjalanan kami lanjutkan menyusuri pinggiran rindu alam. Hutan yg masih lebat di kiri kanan jalan menemani sepanjang jalan sebelum memasuki kebun teh yg membentang hingga kejauhan. Hujan rintik rintik mulai turun memaksa kami mengenakan jas hujan. Kombinasi jalan berlumpur, hujan rintik, hingga dinginnya suhu puncak dengan hijaunya vegetasi alam semakin menambah nikmatnya gowes kali ini.

 Lintasan awal Rindu Alam Classic
 Kebun teh nan mempesona
Kebun teh ini selanjutnya berlanjut memasuki perkebunan Gunung Mas yg juga salah satu obyek wisata di daerah puncak yg cocok untuk wisata keluarga dengan tempat pemancingan dan kolam renang. Dari sini akan tembus ke bagian pintu gerbang Taman Safari. Hujan bertambah deras, suhu tubuh dengan cepat bertambah dingin. Selepas taman safari mulai kami dapati jalan yg menanjak termasuk di dalamnya tanjakan ngehek yg terkenal. Berhubung saya gunakan ukuran ban yg kecil yg sebenarnya kurang cocok dipakai di jalur berlumpur, bersama pak ketu sering tertinggal di belakang. Dengan gaya yg khas fantat meliuk liuk bak ular kobra dari india dari kejauhan terlihat pak ketu berusaha keras menaklukkan tanjakan ngehe. Om agung dan om cueng sudah menunggu di atas siap menjepret kami yg masih di bawah.
 Trek berlumpur
Setelah tanjakan ngehe kembali kami lewati kebun teh yg berlanjut masuk ke hutan lebat. Di tengah lebat dan gelapnya hutan, saya sama pak ketu berhenti sebentar sambil mengatur nafas dan mendinginkan bokong yg semakin terasa panas. Terdengar suara berciutan dari atas pohon, kami perhatikan sejenak rupanya pohon di depan kami dijadikan sarang monyet. Berloncatan ke sana kemari entah ngasi semangat ke kami untuk lanjut gowes atau sebaliknya mau mengusir. Meminjam istilah pak ketu dari pada diperkosa monyet di tengah hutan, tanpa menunggu lebih lama segera kami lanjutkan perjalanan. Selanjutnya kami memasuki wilayah Desa Sukamaju , dari sini bisa dibilang tinggal menggelinding turun hingga menggiring kami tiba kembali ke gadog setelah sempat makan siang di sebuah tikungan.
Mengatur nafas
 
 
Monyet masih banyak di seputar puncak
 

Rute RA (rindu alam) Classic
Sungguh sebuah perjalanan yg berkesan, ditambah kepuasan menikmati salah satu lintasan gowes paling cantik di seputar jawa barat. 
 

Ganti Aliran

Membaca judul di atas mungkin langsung menggiring pikiran kita membayangkan aliran ilmu sesat dan sejenisnya. Namun di sini kita tidak akan membahas hal hal semacam itu. Seperti cabang cabang olah raga yg lain, olah raga sepeda juga mengenal beberapa jenis aliran. Beberapa yg bisa disebut sepanjang pengetahuan saya antara lain Freeride, Dirtjump, Onroad, maupun MTB alias sepeda gunung. Tiap aliran tentu saja menggunakan jenis sepeda yg berbeda sesuai dengan peruntukannya. Satu jenis aliran tentu saja tidak cocok menggunakan jenis sepeda dari aliran yg lain. Untuk MTB sendiri, ada tiga jenis sepeda yg bisa digolongkan ke dalamnya yakni XC alias Cross Country, AM alias All Mountain, serta DH alias Down Hill. Yang membedakan adalah trek yg dilalui. Untuk jenis sepeda XC diperuntukkan untuk jalur pedesaan hingga jalur offroad ringan seperti jalan makadam dan sejenisnya. Di sini umumnya menggunakan jenis sepeda hardtail atau sepeda dengan hanya satu suspensi /fork di bagian depan. Yang diutamakan dari sepeda ini adalah bobot yg ringan untuk menambah efisiensi dan kecepatan namun cukup nyaman untuk ditunggangi. Jenis sepeda ini bisa saja digunakan di jalur full offroad atau offroad berat namun akan sangat tidak nyaman buat penunggannya terutama ketidaknyamanan di bagian bokong dan sekitarnya. Berikutnya adalah jenis AM dimana menggunakan suspensi depan belakang alias full suspension. Jenis sepeda ini cocok digunakan di medan offroad berat dimana yg diutamakan adalah kenyamanan dan keselamatan penunggangnya. Namun tentu saja harus ada yg dikorbankan yakni bobot sepeda yg bertambah dengan penambahan suspensi belakang. Jenis sepeda AM bisa saja digunakan di jalur onroad ataupun XC namun akan menjadi kurang efisien akibat efek bobbing karena pemakaian suspensi double. Dengan semakin berkembangnya teknologi sepeda dewasa ini, kendala di bobot sepeda untuk AM bisa diminimalisir sekecil mungkin seperti penggunaan bahan carbon dan untuk mengurangi efek bobbing kedua suspensi bisa dikunci. Seperti istilah harga tak pernah bohong, demikian juga berlaku di dunia sepeda. Sepeda AM dengan bobot ringan menyerupai XC tentu berharga jauh lebih mahal dari sepeda AM biasa. Semua kembali berpulang kepada budjet masing-masing Dengan demikian batas antara sepeda XC dan AM semakin tipis, artinya sepeda AM pun cukup efisien dipakai di trek XC namun nyaman dipakai di jalur offroad sesuai habitat aslinya.

Yang terakhir adalah jenis sepeda Downhill. Sepeda ini diperuntukkan khusus untuk trek offroad downhill alias turunan curam yg ekstrem. Yang dibutuhkan dari trek ini adalah sepeda dengan frame yg kokoh dan kuat menahan benturan dengan travel fork depan yg panjang untuk meredam benturan yg keras. Bobot sepeda tidak menjadi prioritas di sini, yg penting kokoh dan kuat.

Saya sendiri awalnya sekitar tahun 2007 menggunakan sepeda jenis hardtail dengan rem jenis V-brake yakni United Avalanche. Waktu itu pengetahuan sepeda yg terbatas dengan budjet yg juga terbatas, yg penting bisa gowes akhirnya memutuskan saya memilih sepeda ini. Keputusan yg cukup tepat mengingat sebagian besar kegiatan bersepeda dalam rangka bike to work melalui jalan beraspal, hampir tidak pernah gowes offroad. Saat saya kembali kecanduan gowes tahun 2012 lalu dengan orientasi bisa gowes bareng teman teman di akhir pekan yg biasanya banyak melewati jalur offroad akhirnya saya putuskan membeli sepeda fullsus entry level yakni Alexius 1.0 yg berharga cukup murah untuk sebuah sepeda fullsus sekitar 7 jutaan saja. Tunggangan baru saya ini sangat nyaman saya pakai meskipun ada beberapa kekurangan yg saya rasakan sesuai harganya. Pertama yg jelas adalah beratnya yg lebih dari 15kg yg tentu saja memerlukan power yg lebih untuk menggowesnya yg secara tidak langsung melatih endurance saya. Yg kedua adalah bunyi-bunyian mirip suara tikus yg cukup sering muncul setiap habis diservis, mungkin akibat banyaknya linkage yg digunakan dengan kualitas yg masih kurang. Terakhir masalah yg saya alami adalah suspensi belakang yg tidak mau naik saat duduk di sadle alias reboundnya tidak berfungsi. Setelah cukup puas menikmati sepeda fullsus sekaligus melatih kekuatan dengkul, akhirnya kembali saya putuskan untuk ganti aliran ke hardtail. Namun kali ini hanya mengganti framenya saja dan beberapa part yg tidak cocok. Jadi groupset dan parts sepeda fullsus saya migrasikan ke frame hardtail. Sebuah frame hardtail merk Speciallized Rockhopper second saya dapatkan dengan harga 2.5jt. Cukup ringan untuk frame berbahan aluminium. Frame Alexius sendiri masih saya simpan untuk suatu saat rencana akan saya rakit kembali jika dana mencukupi. Pertimbangan ganti aliran kali ini yg utama karena jalur B2W saya hampir semuanya melalui jalan cor dan aspal. Belum lagi gowes akhir pekan juga banyak melewai on road dan XC ringan. Sangat terasa perbedaan antara fullsus dan hardtail. Contohnya waktu tempuh rumah ke tempat kerja bisa lebih cepat sekitar 8 menit dari biasanya. Perbedaan lain adalah saat di tanjakan, dengan hardtail menjadi lebih enteng nanjaknya. Buat anda yg hendak membeli sepeda, tentukan dulu tujuan bersepeda anda apakah mau sering bermain offroad atau banyak di jalan dan XC ringan. Selanjutnya sesuaikan dengan budjet. Jika budjet tidak terbatas bisa saja membeli sepeda fullsus ringan seringan hardtail yg nyaman dipakai di segala medan. Namun di atas semua itu, kekuatan dengkulah yg utama. It's not about the bike, it's about the man behind the bike. Satu lagi, dalam dunia pergowesan yg mahal itu bukanlah sepedanya, namu niat untuk bersepedalah yg lebih mahal. 
  
United Avalanche, tunggangan pertama 
Forward Alexius, Fulsus tunggangan berikutnya
Specialized hasil rakitan