Selasa, 02 Juli 2013

Gowes 1000 pulau, Sisi Lain Pulau Tidung


Minggu 23 Juni 2013 pukul 04.00 pagi, terburu-buru kami bangun mengingat waktu yg pendek untuk sampai ke muara angke tempat penyeberangan ke Pulau Tidung, dengan jadwal keberangkatan pukul 06.30. Berhubung libur panjang anak-anak, hari ini kami rencanakan liburan keluarga ke salah satu dari gugusan kepulauan seribu yg terkenal dengan pemandangannya. Kami coba buktikan sendiri kebenarannya dan kesahihannya.  Perjalanan ke muara angke kali ini sedikit terlambat  hingga saat tiba di Muara angke (Kali adem) boat pagi yg ke Pulau Tidung sudah berangkat. Terpaksa harus menunggu sampai jam 12 siang untuk boat berikutnya. Penumpang hari ini cukup banyak mengingat liburan sekolah, banyak orang yg juga ingin bepergian ke Pulau Tidung. Sudah lama saya mendengar cerita tentang pulau Tidung ini. Cerita tentang keindahan pantainya, tentang pasir putihnya, dan semua keindahan sebuah pulau dengan air lautnya yg biru. Ditambah dengan foto-foto yg dilihat dari Internet semakin membuat saya penasaran dengan pulau yg satu ini. Saya tersadar dari lamunan tentang pulau Tidung saat air laut memercik di samping boat akibat hempasan gelombang laut yg menerpa. Tidak berapa lama, kurang lebih 1 jam perjalanan, sampailah kami di dermaga Pulau Tidung. Kesan pertama begitu menginjakkan kaki di Pulau Tidung memang tidak jauh dari bayangan saya selama ini. Sebuah Pulau yg tampak gagah dan ramah menyambut setiap tamu yg datang, seakan sebuah sapaan selamat datang. Tetapi setelah dicermati sayang sekali sampah Jakarta sudah sampai ke pulau ini. Sesuatu yg tidak bisa dicegah penduduk Pulau Tidung.


Sepeda yg banyak disewakan di Pulau Tidung

                                                                           Gowes di Pulau Tidung    
Segera kami menemui Om Aji seorang penduduk Pulau Tidung yg menyewakan homestay yg saya telpon sehari sebelumnya (taunya lewat internet). Sebuah kamar dengan kamar mandi di dalam dan ber-AC cukup nyaman untuk sekedar istirahat.
Dasar sudah keracunan gowes, kemana-mana ceritanya balik lagi ke soal sepeda,  istilahnya nggak jauh-jauh dari sepeda J. Mudah-mudahan yg baca cerita ini tidak bosan dengan yg namanya cerita sepeda.  Hanya sekilas saja, penglihatan saya langsung ketemu dengan sosok sepeda yg berjajar rapi disewakan peduduk setempat. Adrenalin saya seketika meningkat dan langsung membayangkan gowes di Pulau ini. Tanpa menunggu lama langsung saja saya minta Om Aji menyewakan sepeda 3 unit, yg satu ada boncengannya buat bonceng jagon saya yg kecil. Segera saja kami susuri jalanan ke arah barat. Cukup indah pemandangan yg tersaj di depan mata, ditambah lagi dengan kesempatan menikmatinya dari atas sadel sepeda.  Air laut yg membiru, hamparan pasir putih, pohon nyiur yg melambai ditiup angin, awan putih yg bergerak di ujung Cakrawala, adalah kombinasi alam yg menawan. Jadi buat anda yg berkesempatan, tidak perlu ragu untuk mengunjungi Pulau Tidung segera, sekaligus memahami kekayaan alam Indonesia yg tidak kalah dengan Negara lain, sekalian menjaga devisa tetap dibelanjakan di dalam negeri.
                                                                   Jembatan Cinta                     
Nun jauh di sana, perahu kecil para nelayan yg mulai merapat ke pinggir laut, memberikan siluet bayangan saat sinar mentari sore menerpa tubuh-tubuh kuat  legam mereka. Terlihat sisi lain dari Pulau Tidung dengan penduduknya yg kebanyakan berprofesi sebagai nelayan dan guide untuk pengunjung yg datang ataupun sebagai pemilik Homestay. Sore itu kami habiskan dengan mandi di pantai sepuasnya di sekitar jembatan cinta, entah kenapa disebut jembatan cinta. Satu hiburan di jembatan cinta yakni melompat dari atas bagian yg melengkung dengan ketinggian lebih dari 10 meter. Sensasi melompat dari atas ketinggian jembatan ini memang berbeda. Banyak yg tidak berani melompat. Saya sendiri agak ragu awalnya, tapi melihat ada cewek yg berani melompat, saya paksakan diri untuk ikut melompat (masak kalah sama cewek J ). Diikuti oleh jagoan saya yg besar, meski dengan gaya ketakutan. Tapi sekali mencoba, dijamin akan ketagihan.
                                                                       Pantai Pulau Tidung
Acara mandi sore itu diakhiri dengan detik-detik tenggelamnya mentari di ufuk barat, beberapa kali saya ambil gambar dengan beberapa posisi. Sayang untuk dilewatkan. Teringat saat di pantai Kuta dengan pemandangan serupa. Sunset selalu menarik untuk diamati, hingga wujud mentari benar-benar tenggelam dan tinggal menyisakan semburat kemerahandi langit barat. Seakan perjalanan hari itu sudah selesai, mirip dengan perjalanan hidup kita yg tidak lama lagi akan berakhir.
                                                                     Sunset di Pulau Tidung
Selesai mandi dan bilas, kami menuju warung untuk makan malam dengan menu ikan bakar segar yg maknyus enaknya, ditambah dengan perut yg sudah keroncongan. Malam itu kami habiskan dengan istirahat di kamar sambil nonton TV yg gambarnya tidak terlalu jelas.

                                                                  Terjun di Jembatan Cinta
Keesokan paginya kami gunakan untuk kembali berenang. Tetapi sayang sekali waktunya tidak banyak, karena kami dengan jam 09.00 kapal boat sudah berangkat. Dengan terburu-buru kami sudah harus bersiap beres-beres untuk pulang. Sayang sekali memang, padahal si kecil masih mau berenang sampai siang. Setelah mengantri tiket cukup lama, jam 11.00 siang kapal baru  berangkat. Perlahan bayangan Pulau Tidung mulai menghilang berganti pemandangan laut kepulauan seribu.
Beberapa hal yg perlu diperhatikan jika hendak ke Pulau Tidung :

. Berangkat lebih pagi dari rumah agar dapat kapal yg berangkat pagi

.  Jika tidak memakai travel agent, harus pintar-pintar cari informasi keberangkatan kapal ke dan dari Pulau Tidung agar jangan sampai ketinggalan kapal.
. Dua hari minimal waktu yg disediakan untuk menikmati Pulau Tidung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar