Selasa, 09 Juli 2013

Di Atas Awan Gunung Padang, Sebuah Gowes Misteri


Dari judulnya benak kita mungkin langsung membayangkan sosok-sosok yg menyeramkan, seperti hantu-hantu yg banyak bergentayangan di film-film nasional saat ini. Mulai dari hantu anak kecil, gadis cantik, hingga hantu nenek-nenek tua. Tapi misteri pada judul tulisan ini jauhlah dari hal-hal menyeramakan di atas. Misteri yg dimaksud adalah misteri sebuah peradaban kuno di daerah Gunung Padang Cianjur yg akhir-akhir ini ramai diperbincangkan. Sebuah peradaban yg konon jauh lebih tua dari sejarah kerajaan-kerajaan yg ada di Indonesia, yg artinya peradaban dari sebelum masehi, sebelum datangnya agama-agama ke Indonesia. Konon situs Megalitikum Gunung Padang adalah sebuah tempat penyembahan dari aliran animisme. Tetapi tulisan kali ini tidak akan mengulas terlalu jauh peradaban kuno tersebut. Gowes kali ini sudah direncanakan cukup lama oleh rekan-rekan goweser LG Cibitung (Ecekeble). Kebetulan Om Agung, salah satu anggota Mentari69 yg juga anggota Ecekeble, mengajak kami (saya dan Om Wawan) untuk ikut. Gowes kali ini adalah pengganti Gowes Gunung Halimun yg sudahdirencanakan sebelumnya. Berhubung sempat diberitakan di harian Kompas kalau di sekitar gunung Halimun masih ditemukan macan tutul, demi alasan safety tujuannya di ganti ke Gunung Padang yg tentu saja tidak kalah mempesonanya.
Jam 03.30 pagi, 6 July 2013, setelah bersusah payah memejamkan mata yg sulit di ajak tidur akibat rasa penasaran akan medan yg akan dilalui, saya terbangun dari tidur. Pintu rumah dibuka, hembusan udara pagi yg segar setelah beberapa hari hujan mengguyur membelai lembut diwajah, seakan ucapan selamat pagi sebelum memulai petualangan hari itu. Kicau burung di dahan pohon depan rumah menyadarkan saya untuk segera berkemas mempersiapkan segala sesuatunya. Sepeda sebagian besar sudah diloading malam sebelumnya dengan sebuah pick up, dengan driver Om Wawan dan saya ikut di dalamnya. Yang lain berangkat dari markas Ecekeble (LG) dengan Elf. Total peserta sekitar 15 goweser. Dari jumlah peserta dan trek yg dilalui, gowes kali ini bisa dibilang sebuah gowes epic sesuai gambar tagline dari rekan-rekan Ecekeble.
Mentari pagi menyemburkan berkas sinarnya, cukup membuat hangat tubuh, saat perlahan pick up yg kami naiki menyusuri jalan dari Cikarang kearah Cibeber Cianjur sebagai titik start petualangan kami hari ini. Sekitar Jam 08.00 kami tiba di Cibeber tepatnya Koramil Cibeber, tanpa menunggu lama segera kami rakit kembali sepeda masing-masing. Menunggu cukup lama karena macet, Elf akhirnya tiba juga jam 10.00, cukup terlambat dari jadwal semula. Jam 10.30 setelah doa bersama, kami mulai perjalanan dg jalur on road ke arah timur cibeber. Awalnya terlihat normal, namun sesaat kemudin kami langsung dihadang tanjakan dahsyat dan kejam. Yang membuat dahsyat adalah panjangnya yg mencapai 12km tanpa sedikitpun ada dataran untuk sekedar mengambil nafas, naik terus terusan tanpa henti. Dengkul, paru, hingga bokong langsung terasa tanas. Tapi kami terhibur dengan rindangnya pohon sepanjang jalan yg sedikit mengademkan tubuh. Di sini langsung terlihat yg spesialis tanjakan perlahan mulai menjauh hingga tiba di jalan menuju gn. Padang dg papan petunjuk jalan. Selisih antara yg pertama dg yg terakhir tiba bisa mencapai satu jam lebih. Di pertigaan kami regrouping sebentar sebelum memasuki jalur offroad.
                                                                 Rindangnya Jalan di Cibeber                   
Jalur ini berupa jalan bebatuan diselingi tanah becek habis hujan semalam sebelum akhirnya masuk jalan setapak melewati perkebunan teh yg sungguh sangat cantik. Tidak tahan dengan keindahan yg ada, cukup lama kami bernarsis ria di sini termasuk foto keluarga, keluarga besar Ecekeble dan Mentari 69. Jajaran bukit sambung menyambung seakan tak bertepi, menghadirkan hamparan pemandangan alam nan menggoda, memaksa mata untuk menatapnya lama-lama. Semoga masyarakat sekitar terus menjaga keasliannya, karena alam adalah titipan anak cucu kita, bukan warisan nenek moyang, agar kita senantiasa menjaganya. Bersepedalah salah satu cara untuk menjaganya bukan dengan asap kendaraan bermotor atau sampah yg dibuang sembarangan. Tapi sayang itu semua cepat berlalu seiring kayuhan pedal sepeda yg terus bergerak menjauh menuju mascot perjalanan kemi berikutnya yakni Curug Cikondang. Sebelumnya kami mengisi energy dengan mampir di sebuah warung, dengan lauk dan sayur seadanya, tetap terasa sungguh nikmat. Sampai di sini perjalanan sudah sekitar 20 Km.
                                      Petunjuk Menuju Gunung Padang                   
                                                                    Memasuki Jalur Offroad                   
                                                                       Keindahan Bukit Teh            
                                                                             Foto Keluarga                   
Sebuah ngarai dengan air tejunnya yg sungguh mempesona bernama Curug Cikondang. Inilah salah satu primadona gowes kami hari ini.  Suasana sejuk langsung menyambut begitu kami mendekati air terjun, seakan menyejukkan suhu dengkul setelah dihajar jalanan offroad naik turun. Pepohonan menghijau nan asri menghiasi pemandangan sekitar, dengan suara alam berupa deburan air terjun lebar nan jernih mirip air terjun Niagara di Amerika sana,  ditimpali suara burung nan merdu, seakan berat untuk meninggalkannya dan ingin rasanya berlama-lama kami di situ. Tetapi apa daya, waktu terus berlalu mengingatkan kami untuk segera beranjak melanjutkan petualangan yg belum berakhir dan harus segera diselesaikan. Perlahan kembali kai mengayuh pedal meninggalkan kenangan Curug Cikondang yg pastinya sulit untuk dilupakan, berharap suatu saat bisa kembali ke sini. Bayangan air terjun segera berlalu, berganti dengan trek offroad berikutnya.
                                                                Cantiknya Alam Curug Cikondang
Tidak kalah beratnya dengan tanjakan sebelumnya, trek berikutnya menyuguhkan tanjakan dan turunan makadam dan berbatu yg menuntut skill technical dan menguras banyak tenaga hingga ada teman yg kram dan perlu penanganan. Pemandangan indah dengan udara sejuk masih belum berhenti menghibur kami, memanjakan mata tiada henti. Tidak berapa lama kembali terjadi insiden, kali ini salah satu teman kami terjungkal akibat stang nyangkut di pohon mungkin akibat kurang konsentrasi dengan semakin lemahnya stamina.  Di sinilah waktu kami banyak terbuang saat waktu sudah menunjukkan jam 5 sore, tetapi Gn. Padang belum terlihat. Kabut tebal segera berkejaran turun dari puncak bukit, begitu dingin hingga menusuk tulang, meskipun menyajikan pemandangan yg tidak kalah indahnya.
                                                                 Pemandangan Selepas Curug Cikondang

                                                      Tanjakan Menghadang Selepas Curug Cikondang
                                                         Pemandangan Terakhir Sebelum Malam Menjelang
Sesuai perkiraan gelap sudah menyongsong saat kami memasuki area Gn. Padang. Gunung Padang berlokasi di Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka, Cianjur adalah sebuah situ Megalitikum yg saat tulisan ini dibuat sedang dilakukan ekskavasi oleh Tim Arkeologi nasional dimana terdapat struktur batu buatan manusia dari 5900 tahun sebelum masehi yg tentunya jauh lebih tua dari peradaban kerajaan-kerajaan di Indonesia. Sayang sekali kami tidak bisa mengabadikannya dengan gelapnya malam. Lampu sepeda dan lampu warning segera kami nyalakan bersiap menghadapi tantangan selanjutnya yg tidak kalah menarik. Suasana gelap di tengah hutan harus dihadapi dengan kekompakan bersepeda (konvoi) agar jangan sampai ada yg tersesat, merapatkan jarak satu dengan yg lain. Suara anjing menyalak kerap menyambut kedatangan kami di setiap rumah penduduk yg terpencil tanpa lampu penerangan, jauh dari perhatian pemerintah. Dari kejauhan seperti kunang-kunang beriringan, membuat penduduk keheranan melihat orang gowes malam-malam (NR) di tengah hutan. Kabut semakin tebal, dengan cepat menurunkan suhu tubuh saat melewatu turunan, ditambah gelapnya malam tanpa bulan dan bintang, adalah kombinasi yg memberikan sensasi yg sungguh berbeda.Inilah pengalamaman pertama saya gowes malam di tengah hutan berkabut yg tentu saja akan sulit untuk dilupakan.
                                                              Gowes Malam alias NR (night Ride)
Setelah sempat beberapa kali tersesat dan banya bertanya ke penduduk sepanjang jalan, akhirnya tiba juga kami di Koramil Cibeber sekitar jam 21.30 dengan tubuh letih namun sangat puas dengan apa yg barusan kami lalui. Salut untuk Om Andre Ecekeble yg sangat jago dalam mencari trek dengan kombinasi yg lengkap, on road, macadam, jalan tanah, berbatu, dan gowes malamnya. Untuk anda yg mau mencoba trek ini, bisa dilihat dari rute trek gambar di bawah, dengan catatan waktu tempuh dipercepat untuk menghindari tibanya malam hari di Gn. Padang.
                                           Jalur Petualangan Gunung Padang

Selasa, 02 Juli 2013

Gowes 1000 pulau, Sisi Lain Pulau Tidung


Minggu 23 Juni 2013 pukul 04.00 pagi, terburu-buru kami bangun mengingat waktu yg pendek untuk sampai ke muara angke tempat penyeberangan ke Pulau Tidung, dengan jadwal keberangkatan pukul 06.30. Berhubung libur panjang anak-anak, hari ini kami rencanakan liburan keluarga ke salah satu dari gugusan kepulauan seribu yg terkenal dengan pemandangannya. Kami coba buktikan sendiri kebenarannya dan kesahihannya.  Perjalanan ke muara angke kali ini sedikit terlambat  hingga saat tiba di Muara angke (Kali adem) boat pagi yg ke Pulau Tidung sudah berangkat. Terpaksa harus menunggu sampai jam 12 siang untuk boat berikutnya. Penumpang hari ini cukup banyak mengingat liburan sekolah, banyak orang yg juga ingin bepergian ke Pulau Tidung. Sudah lama saya mendengar cerita tentang pulau Tidung ini. Cerita tentang keindahan pantainya, tentang pasir putihnya, dan semua keindahan sebuah pulau dengan air lautnya yg biru. Ditambah dengan foto-foto yg dilihat dari Internet semakin membuat saya penasaran dengan pulau yg satu ini. Saya tersadar dari lamunan tentang pulau Tidung saat air laut memercik di samping boat akibat hempasan gelombang laut yg menerpa. Tidak berapa lama, kurang lebih 1 jam perjalanan, sampailah kami di dermaga Pulau Tidung. Kesan pertama begitu menginjakkan kaki di Pulau Tidung memang tidak jauh dari bayangan saya selama ini. Sebuah Pulau yg tampak gagah dan ramah menyambut setiap tamu yg datang, seakan sebuah sapaan selamat datang. Tetapi setelah dicermati sayang sekali sampah Jakarta sudah sampai ke pulau ini. Sesuatu yg tidak bisa dicegah penduduk Pulau Tidung.


Sepeda yg banyak disewakan di Pulau Tidung

                                                                           Gowes di Pulau Tidung    
Segera kami menemui Om Aji seorang penduduk Pulau Tidung yg menyewakan homestay yg saya telpon sehari sebelumnya (taunya lewat internet). Sebuah kamar dengan kamar mandi di dalam dan ber-AC cukup nyaman untuk sekedar istirahat.
Dasar sudah keracunan gowes, kemana-mana ceritanya balik lagi ke soal sepeda,  istilahnya nggak jauh-jauh dari sepeda J. Mudah-mudahan yg baca cerita ini tidak bosan dengan yg namanya cerita sepeda.  Hanya sekilas saja, penglihatan saya langsung ketemu dengan sosok sepeda yg berjajar rapi disewakan peduduk setempat. Adrenalin saya seketika meningkat dan langsung membayangkan gowes di Pulau ini. Tanpa menunggu lama langsung saja saya minta Om Aji menyewakan sepeda 3 unit, yg satu ada boncengannya buat bonceng jagon saya yg kecil. Segera saja kami susuri jalanan ke arah barat. Cukup indah pemandangan yg tersaj di depan mata, ditambah lagi dengan kesempatan menikmatinya dari atas sadel sepeda.  Air laut yg membiru, hamparan pasir putih, pohon nyiur yg melambai ditiup angin, awan putih yg bergerak di ujung Cakrawala, adalah kombinasi alam yg menawan. Jadi buat anda yg berkesempatan, tidak perlu ragu untuk mengunjungi Pulau Tidung segera, sekaligus memahami kekayaan alam Indonesia yg tidak kalah dengan Negara lain, sekalian menjaga devisa tetap dibelanjakan di dalam negeri.
                                                                   Jembatan Cinta                     
Nun jauh di sana, perahu kecil para nelayan yg mulai merapat ke pinggir laut, memberikan siluet bayangan saat sinar mentari sore menerpa tubuh-tubuh kuat  legam mereka. Terlihat sisi lain dari Pulau Tidung dengan penduduknya yg kebanyakan berprofesi sebagai nelayan dan guide untuk pengunjung yg datang ataupun sebagai pemilik Homestay. Sore itu kami habiskan dengan mandi di pantai sepuasnya di sekitar jembatan cinta, entah kenapa disebut jembatan cinta. Satu hiburan di jembatan cinta yakni melompat dari atas bagian yg melengkung dengan ketinggian lebih dari 10 meter. Sensasi melompat dari atas ketinggian jembatan ini memang berbeda. Banyak yg tidak berani melompat. Saya sendiri agak ragu awalnya, tapi melihat ada cewek yg berani melompat, saya paksakan diri untuk ikut melompat (masak kalah sama cewek J ). Diikuti oleh jagoan saya yg besar, meski dengan gaya ketakutan. Tapi sekali mencoba, dijamin akan ketagihan.
                                                                       Pantai Pulau Tidung
Acara mandi sore itu diakhiri dengan detik-detik tenggelamnya mentari di ufuk barat, beberapa kali saya ambil gambar dengan beberapa posisi. Sayang untuk dilewatkan. Teringat saat di pantai Kuta dengan pemandangan serupa. Sunset selalu menarik untuk diamati, hingga wujud mentari benar-benar tenggelam dan tinggal menyisakan semburat kemerahandi langit barat. Seakan perjalanan hari itu sudah selesai, mirip dengan perjalanan hidup kita yg tidak lama lagi akan berakhir.
                                                                     Sunset di Pulau Tidung
Selesai mandi dan bilas, kami menuju warung untuk makan malam dengan menu ikan bakar segar yg maknyus enaknya, ditambah dengan perut yg sudah keroncongan. Malam itu kami habiskan dengan istirahat di kamar sambil nonton TV yg gambarnya tidak terlalu jelas.

                                                                  Terjun di Jembatan Cinta
Keesokan paginya kami gunakan untuk kembali berenang. Tetapi sayang sekali waktunya tidak banyak, karena kami dengan jam 09.00 kapal boat sudah berangkat. Dengan terburu-buru kami sudah harus bersiap beres-beres untuk pulang. Sayang sekali memang, padahal si kecil masih mau berenang sampai siang. Setelah mengantri tiket cukup lama, jam 11.00 siang kapal baru  berangkat. Perlahan bayangan Pulau Tidung mulai menghilang berganti pemandangan laut kepulauan seribu.
Beberapa hal yg perlu diperhatikan jika hendak ke Pulau Tidung :

. Berangkat lebih pagi dari rumah agar dapat kapal yg berangkat pagi

.  Jika tidak memakai travel agent, harus pintar-pintar cari informasi keberangkatan kapal ke dan dari Pulau Tidung agar jangan sampai ketinggalan kapal.
. Dua hari minimal waktu yg disediakan untuk menikmati Pulau Tidung