Rabu, 19 Juni 2013

DuniaTanpa Asap, Sebuah Catatan di Pinggir Jalan


Pagi hari di seputar Cikarang saat anak anak bersekolah terlihat banyak ibu ibu mengantar anaknya, dengan berbagai jenis mobil keluaran terbaru memenuhi jalanan seputar perumahan cikarang baru. Dari penampilan dan pakaian, kelihatannya mereka ibu ibu rumah tangga yg kebanyakan juga tinggal di sekitar perumahan yg notabene jaraknya sangat dekat bahkan jika ditempuh dengan berjalan kaki. Untuk beberapa sekolah elite seperti Al Azhar, halaman sekolah bahkan terlihat seperti terminal saking banyaknya mobil berseliweran. Kebanyakan mobil mobil mewah. Akibatnya  akses jalan yg terhubung ke sekolah tersebut tak pelak terjadi kemacetan parah walau tidak lama, hanya sampai bel sekolah berbunyi saat pengantar anak anak sekolah sudah balik ke rumah ataupun kumpul-kumpul ala sosialita. Sementara itu di seberang jalan terlihat seorang ibu dan beberapa pejalan kaki lainnya terlihat kesulitan melewati jalan yg penuh sesak oleh mobil dan motor yg terlihat berlomba saling mendahului. Dengan resiko tertabrak dan asap kendaraan bermotor, mereka berusaha terus berjalan ke tempat tujuan masing masing. Keramaian yg sama akan terjadi saat anak anak sekolah pulang dan kembali dijemput orang tua masing masing. Sore hari masih di seputar Cikarang, terlihat anak anak abg berseliweran kesana kemari dengan sepeda motor, beberapa saling balapan di jalan raya. Banyak diantaranya yg masih anak anak sekolah dasar sudah diajari naik motor oleh orang tuanya. Fenomena yg sama bisa dijumpai di hampir semua kota kota di Indonesia. Semua orang berlomba memiliki kendaraan bermotor, jika belum sanggup membeli mobil, untuk sementara cukup membeli motor. Atau kalau dana yg tersedia baru sebatas uang muka mobil, membeli dengan nyicil pun akan dilakoni. Hal yang berdampak pada meningkatnya secara drastis penjualan motor dan mobil di Indonesia. Kota yg dulunya identik dg sepeda seperti Jogjakarta pun saat saya kunjungi beberapa waktu yg lalu terlihat pemandangan serupa, tidak jauh bedanya dg Jakarta, kemacetan di mana mana. Sangat jarang terlihat orang bersepeda padahal jalur sepeda dan pejalan kaki di kota ini masih tersedia cukup banyak. Pernah saya baca dari sebuah artikel di laman B2W Indonesia, bahwa orang malas jalan kaki atau bersepeda bukan karena fasilitas yg belum ada, andaikan adapun belum tentu orang terbiasa berjalan kaki atau bersepeda. Jadi bukan masalah di fasilitas tetapi masalah karakter masyarakat kita yg tidak menyadari akan pentingnya kesehatan tubuh dan lingkungan. Sementara itu fenomena terbalik justru mulai terjadi di Negara-negara maju. Kalau Negara seperti Belanda yg memang sudah terkenal dengan budaya bersepedanya, hal yg sama juga terjadi di Negara-negara seperti Jerman. Di harian Kompas beberapa waktu lalu pernah membahas gejela ini. Banyak masyarakat Jerman yg mulai beralih menggunakan sepeda bahkan yg lebih ekstrem banyak juga yg sampai menjual mobilnya untuk diganti dengan sepeda. Di Negara maju seperti Jerman tentu saja harga BBM sangat mahal belum lagi biaya parker yg juga sangat mahal membuat banyak orang beralih ke sepeda, terlebih dengan isu lingkungan dan tentu saja manfaat kesehatan yg diperoleh. Sementara di Indonesia harga BBM masih sangat murah bahkan salah satu yg paling murah di dunia. Konon di Negara seperti Vietnam saja yg notabene lebih terbelakang dari Indonesia, harga BBM mencapai Rp.17,000 /Liter, jauh lebih mahal dari Indonesia. Pemerintah kita sepertinya sangat memanjakan masyarakat dengan BBM yg jelas-jelas masih mengimport dan tidak bisa diperbarui serta sangat memberatkan anggaran Negara yg ujung-ujungnya fasilitas umum untuk masyarakat yg dikorbankan.Yang lebih memprihatinkan lagi, subsidi BBM lebih banyak dinikmati kalangan berduit. Yang juga banyak mengkonsumsi BBM adalah mobil-mobil operasional perusahaan swasta, asing maupun dalam negeri. Jelas-jelas mereka adalah institusi bisnis, tetapi mereka banyak mengkonsumsi BBM bersubsidi karena system yg ada tidak bisa mencegahnya. Tahun ini anggaran yg disediakan khusus untuk subsidi konon berjumlah 300 triliun, jumlah yg luar biasa andaikan dialihkan untuk menyediakan fasilitas transportasi publik yg efisien, kereta api, MRT, Monorel, fasilitas jalur sepeda dan sejenisnya. Tetapi yg terjadi sebaliknya, pembangunan fasilitas jalan untuk kendaraan pribadi seperti jalan tol digeber habis-habisan yg jelas-jelas berbiaya sangat tinggi baik saat membangunnya yg banyak mengorbankan masyarakat yg dilalui maupun saat penggunaannya yg menghabiskan lebih banyak lagi dana subsidi karena semakin banyak mobil pribadi yg melewatinya dan semakin banyak kemacetan yg mengikutinya. Kalau diibaratkan seperti lingkaran setan yg terus-menerus menggerus dana pemerintah semakin cepat. Sementara itu rel kereta api dari jaman penjajahan Belanda dulu hampir tidak ada penambahan, bahkan yg terjadi sebaliknya, semakin banyak rel kereta api yg hilang. Di seluruh dunia, hampir tidak ada Negara-negara besar yg tidak mempunyai jaringan kereta apiyg massif, dari Amerika Serikat hingga China.


Jajaran mobil pengantar anak sekolah
Sudah sering terdengar bahwa cost Logistic di Indonesia sangat tinggi sekitar 17% dari harga barang sangat jauh lebih boros dibandingkan dengan Jepang misalnya yg hanya 6% saja. Salah satunya karena penggunaan mode kendaraan truk yg harus berbagi jalan dengan kendaraan umum lainnya dengan kemacetan yg sangat memboroskan BBM, sedangkan pengiriman dengan kereta api masih sangat minim, belum lagi biaya kapal antar pulau yg juga sangat tinggi. Jalur pantura sudah sedemikian sesaknya yg pada akhirnya semakin memboroskan penggunaan BBM yg lagi-lagi menggelembungkan biaya subsidi.  
Kegiatan bersepeda yg semakin jarang terlihat
Butuh tukang sapu untu membersihkan jalanan
Keteduhan jalur pedestrian yg sulit ditemui
Kesimpulannya mulai dari perpindahan orang dari jarak yg sangat dekat (hanya untuk ke sekolah contohnya) sampai jauh hingga perpindahan barang, semuanya menjadikan BBM sebagai andalan sumber energy. Tidak pernah terpikir bahwa kita dianugerahi sepasang kaki oleh yg di Atas yg berfungsi untuk melangkah dan berpindah dari satu tempat ke tempat yg lain baik dengan berjalan ataupun bersepeda (bike to work) dan bukan hanya sekedar menginjak gas ataupun rem kendaraan bermotor. Sepasang kaki yg seharusnya kita gunakan dengan bijaksana. Tidak juga terpikir bahwa pergerakan dengan sepasang kaki akan membuat keseimbangan ekosistem tubuh maupun lingkungan. Ekosistem tubuh akan terjaga yg berarti terjaganya kesehatan sekaligus mengurangi pengeluaran untuk pengobatan yg nilainya triliunan rupiah hanya untuk satu daerah saja. Terjaganya kesehatan juga berarti terjaganya jiwa yg sehat yg menjauhkan pikiran dari niat untuk memakan uang yg bukan haknya alias korupsi baik korupsi uang rakyat untuk pejabat Negara ataupun uang perusahaan untuk yg karyawan swasta, karena korupsi di perusahaan juga tidak kalah banyaknya, hanya saja jarang terungkap terutama korupsi kecil-kecilan. Dengan berjalan kaki ataupun bersepeda kita akan diajarkan tentang kesederhanaan, sesuatu yg semakin jarang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari saat ini. Orang seakan berlomba untuk menunjukkan gaya hidup hedonis, sangat bangga memamerkan kekayaan entah lewat status di BB, facebook, ataupun media social lainnya. Tidak sadar bahwa itu semua harusnya digunakan untuk berbagi kepada yg lain yg sangat membutuhkan sehingga membawa manfaat bagi sesama, karena itulah salah satu sumber kebahagiaan sejati, berbagi kepada yg lain dengan hidup lebih sederhana. Ekosistem lingkungan akan terjaga karena semakin sedikit polusi yg kita keluarkan dengan bersepeda dan berjalan kaki. Polusi yg semakin parah saat ini adalah salah satu sumber berbagai macam penyakit. Belum lagi sampah yg dibuang sembarangan menambah buruknya kondisi lingkungan. Biacara soal sampah, jangankan untuk masyarakan yg berpendidikan rendah, untuk yg sudah berpendidikan tinggi dengan seenaknya membuang sampah dari dalam mobil mewah tanpa merasa dosa sama sekali. Untuk mental yg paling dasar saja kita belum mampu memenuhinya, apalagi yg lebih dari itu. Benar sekali visi dari Bung Karno, bahwa hal paling mendasar yg perlu dibenahi dari bangsa ini adalah national and character building. Sebab semua prilaku buruk masyarakat kita bermuara pada lemahnya national and character building.
Angan saya bergerak membayangkan Indonesia seperti Negara-negara lain dengan banyaknya jalur pejalan kaki dan pesepeda yg sangat memanjakan. Jalur pedestrian dengan pepohonan hijau di kiri-kanan tanpa sampah yg berceceran, dengan udara bersih tanpa asap kendaraan. Berharap suatu saat nanti semua itu akan terwujud. Semoga !

Senin, 03 Juni 2013

JEJAK SEPEDA DI BUMI CARIU, GOWES KOLOZAL CIKARANG MTB


Ada yg berbeda pada gowes kali ini, sabtu 1 Juni 2013. Hari ini seperti yg rutin diadakan oleh cikarang mtb pada tahun tahun sebelumnya, adalah gowes kolozal pertama untuk tahun ini, yg ke dua nanti akan diadakan di bulan november. Pagi buta om agung sudah menyapa dg ramah lewat whatapps kepada rekan rekan mentari lainnya menawarkan tumpangan menuju titik kumpul goweser cikarang mtb di aa bike. Bergegas kami berangkat menuju aa bike sekitar jm 05.30. Begitu tiba, sudah banyak anggota goweser cikarang mtb yg berkumpul, sambil bercengkrama ngalor ngidul. Muka muka lama alias para sesepuh cikarang mtb termasuk anggota Jacyco sebagai pelopor gowes daerah cikarang juga terlihat, sy gunakan sebagai ajang silaturahmi menyapa mereka setelah lama tidak ketemu. Tidak berapa lama, semakin banyak goweser berkumpul, 180 orang lebih kata om ratman, memecahkan rekor sebelumnya, kamipun semakin antusias, membayangkan serunya gowes dengan ratusan peserta. Cukup lama dan sedikit terlambat, empat bis yg kami tunggu akhirnya datang juga. Tidak menunggu lama, bis segera berangkat diikuti truk pengangkut sepeda yg sudah diloading malam sebelumnya. Khusus kami anggota mentari69 agak jarang gowes dengan diloading terlebih dahulu apalagi jarak Cariu yg tidak terlalu jauh, tapi mengingat jumlah peserta yg begitu banyak dengan berbagai tingkat kemampuan dan stamina, tidak memungkinkan untuk gowes langsung dari cikarang. Tanjakan 7seven yg terkenal tajam membuat bis yg kami tumpangi kesulitan melewatinya, menimbulkan sedikit rasa ngeri kami yg di dalammya, kuatir bis tidak sanggup mendakinya. Cukup lama di bis akhirnya sampai juga ke titik awal gowes kolozal kali ini, sebuah tempat peristirahatan di curug ciherang yg sejuk dengan perbukitan menghijau di sisinya. Setelah merakit sepeda , dilanjutkan pengarahan panitia dan doa bersama, sekitar jam 11.30 serentak kami mulai menggenjot pedal masing masing seakan tidak sabar melibas trek di depan.
Menjelang start & turunan panjang setelah hutan pinus
 
Foto bersama sebelum start
Turunan curam jalan aspal langsung menyambut dan terdengar suara suara kegembiraan para goweser melintasi turunan sembari menikmati suasana hutan pinus di kiri kanan jalan melengkapi keindahan alam catang malang. Namun tidak berapa lama, tanjakan sadis sudah menanti, mulai memanaskan dengkul ratusan goweser. Di sini mulai terlihat mana goweser pemula (alias newbie) dan senior. Ada yg dengan ekspresi wajah gembira melibas tanjakan tanpa kesulitan bahkan masih sempat-sempatnya memberi semangat untuk yang lain, namun tidak sedikit yg terengah engah dengan mimik serius cenderung “menderita” J. Sekitar 2KM dari titik start, kami mulai memasuki jalur non aspal alias makadam dengan bebatuan kecil sebagai permukaan jalan, namun jalanan kembali miring ke bawah alias turunan bahkan cukup miring hingga tunggangan melaju dengan sangat cepat. Kami segera batasi saja kecepatan sepeda menghindari bahaya resiko terjatuh. Di turunan ini, pemandangan semakin indah, memaksa beberapa dari kami bernarsis ria seperti biasa.
                                            View sebelum Villa       
                                                                        Bonus turunan
Kata panitia, pemandangan di depan bakalan lebih indah lagi, kamipun semakin penasaran. Jalan makadam segera berganti jalan tanah kering menanjak, cukup menguji kekuatan dengkul dan sedikit skill teknikal bersepeda. Setelah sekitar 7KM dari titik start, tibalah kami di peristirahatan untuk makan siang, sebuah Villa yg sempurna untuk tempat makan siang. Inilah tempat yg dimaksud oleh panitia yg membuat kami penasaran, dan mereka memang tidak salah. Sebuah Villa besar dengan lapangan rumput hijau dan tebal di sampingnya tempat kami menaruh sepeda dan melihat-lihat sekelilingnya. Gunung batu di timur terlihat sempurna saat langit yg biru dan bersih memayunginya. Di sebelahnya terdapat pegunungan yg lain yg tidak kalah indahnya. Di sisi lapangan adalah hamparan perbukitan teh melandai tampak menggoda. Awan tipis seputih kapas bergerak perlahan seakan melengkapi sempurnanya keindahan di hadapan kami. Hampir semua orang tertegun termasuk saya, yg cukup lama menatap keindahan yg ada, mengagumi ciptaan yg di Atas. Satu hal yg tidak terlewatkan adalah acara ber narsis ria buat kenangan gowes untuk diabadikan, entah lewat facebook, blog pribadi, atau media pembuktian yg lain termasuk milis Cikarang MTB tentunya, karena belum tentu ke depannya kami bisa mampir ke tempat ini lagi. Tempat seperti ini tentunya tidak banyak orang yg tahu mengingat sulitnya kendaraan bermotor mencapai tempat ini apalagi di musim penghujan. Inilah salah satu sisi menariknya acara gowes, mendapati tempat-tempat eksotis yg tidak biasa dikunjungi orang. Benar seperti pepatah, keindahan banyak kita temukan setelah melalui saat-saat yg sulit. Karena petualangan bersepeda bisa diibaratkan perjalanan hidup kita sehari-hari, penuh rintangan dan jalan terjal, namun sekali kita berhasil melaluinya, dibaliknya akan banyak tersembunyi keindahan.

                                                                 Tanjakan nan panjang
Kembali ke Villa, setelah makan siang dan acara puncak foto keluarga besar Cikarang MTB, panitia mengingatkan kembali untuk melanjutkan perjalanan. Tidak lupa kami dari anggota Mentari69 berlima (saya, Om Agung, om Edi, Om Wawan, dan Om Ferri) tidak mau kalah membuat foto keluarga dengan spanduk kebanggan Mentari69. Bangga karena bisa mewakili anggota yg lain.
View seputar Villa
Foto keluarga besar cikarang MTB
Selepas Villa, trek yg dilewati hampir sebagian besar jalan berbatu hinggap beberapa kilometer menjelang finish. Disinilah semua aspek kemampuan yg ada pada setiap goweser diuji, bukan hanya stamina alias kekuatan dengkul, namun juga skill untuk menaklukkan tanjakan maupun turunan teknikal, dan yg terpenting adalah nyali. Saya sebut nyali karena kondisi trek yg amat membahayakan dan sangat mudah menjatuhkan para goweser membuat ciut nyali. Dengan permukaan bebatuan kasar, masih harus dengan posisi yg amat miring yg membuta trek jadi berbahaya. Terbukti dengan banyaknya goweser yg terjatuh (dipaksa jatuh) maupun bocor ban akibat snake bite dengan banyaknya batu runcing sepanjang trek. Bahkan ada satu peserta yg sampai patah tangan karena terjatuh (semoga diberi kesembuhan yg cepat dan segera bisa gowes kembali). Di trek ini rasa malu karena harus TTB (tun tun bike) sudah tidak dihiraukan lagi, rasanya tidak ada goweser yg lulus tanpa TTB. Saya sendiri untuk di lokasi-lokasi tertentu baik turunan ataupun tanjakan, beberapa kali terpaksa TTB, keselamatan yg utama, mengingat masih banyak trek menunggu untuk dijelajahi. Beruntung sepanjang trek menyiksa ini kami masih saja disuguhi pemandangan menarik, sedikit menguatkan mental kami. Mengingat hari sudah sore dan saya tidak membawa lampu, segera saya tingkatkan kecepatan untuk secepatnya sampai tujuan. Feeling saya berkata kalau harus menunggu bis untuk pulang dengan begitu banyak peserta, bisa dipastikan akan terlambat sampai di rumah, bahkan mungkin hingga tengah malam. Mengingat minggu sebelumnya sudah pulang tengah malam dan mempertimbangkan kelanjutan SIM ke depannya, saya harus tiba di rumah lebih cepat. Jam 17.30 saya tiba di Masjid Hijau Cariu bersama rombongan terdepan, segera setelah pamitan ke Om Edi, sendiri saya genjot sepeda ke arah Jonggol. Perhitungan saya tidak lama lagi akan tiba di Jonggol ternyata meleset. Kali ini saya salah perhitungan mengira tinggal jalanan datar, padahal masih banyak tanjakan panjang yg harus dilalui. Dengan sisa-sisa tenaga yg ada, akhirnya jam 20.00 saya tiba dengan selamat di rumah, dengan disertai panas luar biasa di bagian dengkul, dada, maupun bokong, ditambah nyeri akut di sana-sini, lengkap sudah “penderitaan” kali ini. Feeling saya ternyata benar, rekan-rekan yg ikut bis baru tiba jam 23.00 an. Keputusan yg tepat meskipun berat.  Namun melihat kembali foto-foto hasil narsis sepanjang jalan, terbayar lunas semua penderitaan dengan pengalaman yg tidak akan pernah terlupakan. Terima kasih buat rekan-rekan panitia Cikarang MTB yg telah bekerja keras mulai mencari trek hingga tuntasnya acara goews kolozal. Sampai jumpa kembali di gowes kolozal berikutnya.   
trek sadis
menjelang finish
sunset menjelang finish  
trek perjalanan