Kamis, 08 Januari 2015

Makna di balik Angka 105


 
Tak terasa tahun 2014 berlalu begitu saja seperti tahun-tahun sebelumnya. Meskipun hanya sebuah penanda waktu yg dibuat manusia, tetap saja pergantian tahun adalah momen yg mempengaruhi banyak orang, mulai dari persiapan acara penyambutannya hingga membuat resolusi untuk tahun berikutnya. Berbicara soal resolusi, saya teringat resolusi diri sendiri menjelang akhir tahun 2013, yakni bersepeda ke tempat kerja atau b2w sebanyak minimal 100 kali. Mungkin ini resolusi yg nggak penting-penting amat untuk diresolusikan atau mungkin malah sebaliknya, tergantung cara kita memandangnya. Iseng-iseng saya buka kembali riwayat bersepeda saya ke tempat kerja melalui aplikasi endomondo yg rasanya tidak pernah absen saya hidupkan setiap kali saya bersepeda. Mudah saja melacaknya di bagian statistic nya dengan melihat jarak dan rute yg dilewati. Singkat cerita didapat angka 105 kali, yg artinya saya telah bisa memenuhi resolusi yg saya tetapkan setahun lalu. Dari jumlah 245 hari kerja di 2014, sebanyak 105 hari diantaranya saya tempuh dengan bersepeda ke tempat kerja. Ada peningkatan dari tahun sebelumnya yg sekitar 60an kali. Mungkin bagi banyak orang resolusi seperti ini tidak ada yg istimewa /tidak begitu penting ataupun tidak terlalu sulit untuk dicapai. Tetapi tidak bagi saya, setidaknya setelah saya melanjutkan keisengan tadi dengan mencoba memberi arti di balik angka 105. Buat saya angka 105 bisa berbicara banyak hal. Pertama kalau angka 105 ini saya ganti menjadi 105 kali berangkat kerja dengan mobil seperti hari kerja yg lain saat saya tidak bersepeda ke tempat kerja. Berikutnya adalah beberapa asumsi yg berkaitan, misalkan konsumsi bbm untuk mobil per liternya 9 km jarak tempuh. Dengan 105 kali ke tempat kerja dan 42 km jarak tempuh pulang pergi rumah ke kantor didapat jarak 4,310 km atau dibutuhkan sekitar 479 liter bbm. Jika pemerintah mengimport bbm dengan biaya Rp.8,500 per liternya, maka didapat angka sekitar 4.1 juta rupiah. Artinya saya bisa mengurangi biaya import bbm pemerintah sebesar 4.1 juta rupiah dalam setahun. Pengurangan biaya lain yakni biaya tol yg sebesar Rp.5,000 per hari atau Rp.525,000 untuk 105 hari. Kemudian ada pengurangan biaya maintenance mobil yg jika diasumsikan sebesar Rp.100 per kilometer akan didapat angka Rp.431,000. Inilah makna dibalik angka 105. Perhitungan di atas tidak termasuk bersepeda ke tempat-tempat lainnya seperti ke warung, atm, pasar dan lain-lain, karena jarak tempuh bersepeda saya selama 2014 yg tercatat di endomondo sejauh sekitar 7000 km. Angka-angka ini mungkin terlalu kecil dibandingkan total biaya yg harus dikeluarkan negara untuk mensubsidi bbm, tetapi ini baru usaha dari satu orang saja, bagaimana jika dilakukan oleh sepuluh juta orang saja dari sekian ratus juta penduduk Indonesia? Untuk efisiensi biaya import bbm saja akan didapat angka 41 triliun rupiah hanya dalam satu tahun, suatu jumlah yg amat dahsyat untuk melesatkan Indonesia menuju negara yg efisien dan maju. Mengurangi import sebesar 41 triliun juga berarti mengurangi pembelian dolar dengan nominal yg sama yg sudah pasti berimbas pada kekuatan rupiah di mata dolar yg akhir-akhir ini semakin sering terseok-seok. Hal ini bisa berarti ber-efek domino terhadap harga barang dan ketahanan ekonomi nasional dengan efisiensi nasional yg ditimbulkan. Tindakan yg terlihat kecil untuk orang per orang namun memberi dampak yg bisa jadi dahsyat. Belum lagi biaya sosial lainnya yg bisa dikurangi, seperti pangurangan kemacetan yg akan ber-efek ganda terhadap pengurangan pemakaian bbm dari kendaraan, biaya kesehatan yg logikanya jauh berkurang dengan tubuh yg lebih sehat, dan biaya-biaya sosial lainnya termasuk berkurangnya polusi udara yg tentu saja akan meningkatkan kualitas manusia yg dilahirkan. Ada kebanggaan tersendiri bisa berkontribusi mengurangi biaya yg harus dikeluarkan negara untuk import bbm sekaligus mengurangi kemacetan dan polusi udara dari asap kendaraan bermotor yg kita kendarai meskipun ada sedikit pengorbanan kenyamanan berkendara. Bagi saya menjadi pahlawan untuk negara tidak harus ikut perang membela negara atau tidak melulu soal melakukan hal-hal besar, tapi yg terpenting adalah tindakan nyata mengurangi beban negara, sekecil apapun tindakan itu. Tidak korupsi /pungli, membuang sampah pada tempatnya, mengurangi pemakaian listrik di rumah, mematikan kran air yg menyala, menaati peraturan lalu lintas, taat membayar pajak, menjaga fasilitas umum, menanam pohon dan tidak menebang pohon adalah contoh tindakan kecil nyata lainnya yg bisa mengurangi beban negara. Daripada ribut-ribut memprotes kenaikan harga bbm atau ribut-ribut tidak jelas seperti anggota DPR, lebih baik lakukan tindakan nyata untuk negara sekarang juga, menjadi pahlawan tidak harus dikenal.

Si Spezi Tunggangan Kesayangan