Sawah kebanjiran di sekitar Setu
Sempat istirahat sejenak di sebuah warung menikmati lezatnya kupat tahu dan
sebutir kelapa ijo nan maknyuss, segera kami tiba di jalan raya Cibubur setelah
kurang lebih tiga jam perjalanan. Jalan raya Cibubur sudah cukup ramai oleh
lalu lalang kendaraan yg lewat, salah satu moment yg akan cukup cepat membuat
goweser bosan jika tidak punya jiwa goweser sejati, tentu saja kami termasuk
sebagian kecil diantaranya, setidaknya itu yg kami rasakan hingga saat itu.
Berbekal rasa penasaran akan belantara hutan UI, keceriaan menggowes tetap
terjaga saat kami lewati Cibubur junction dan dilanjutkan ke arah Depok. Jalur
yg relatif datar sebenarnya tidak terlalu banyak menguras energi tubuh, namun
sinar matahari yg semakin terik cukup memaksa butiran keringat mengucur deras
tak tertahan yg tentu saja tak mampu meluluhkan semangat kami di sisi yg lain.
Sekitar jam 11an siang dan lepas dari bisingnya deru kendaraan pembakar bbm, akhirnya
kami tiba di kampus UI yg langsung disambut keteduhan pepohonan sepanjang jalan
kampus, udarapun berganti menjadi lebih segar tak kalah dengan segarnya wajah
para mahasiswi yg banyak berlalu lalang, seakan memberi energi tambahan buat om
ijo yg terlihat mulai sedikit loyo yg tepancar dari raut wajahnya.
Jananan Sekitar Setu
Teduhnya Kampus UI
Kami
langsung menuju depan fakultas Fisip tempat salah satu jalan masuk hutan
tepatnya di samping lapangan tenis. Di sini kami berhenti sejenak sambil
mengatur napas. Om ijo sendiri mulai mengoprek sepedanya yg rupanya sempat
salah pasang posisi baut crank semalam. Dengan diwarnai insiden hilangnya
sebuah baut, cukup cepat juga om ijo merakit kembali sepedanya. Om ijo termasuk
salah satu punggawa Mentari69 yg jago bongkar pasang sepeda, kalau yg lain banyak
yg baru sampai jago bongkar tanpa jaminan terpasang kembali. Berhubung kami
belum tahu medan dan trek yg harus dilalui, saya coba searching trek yg
dicreate orang lain di Endomondo dan hasilnya banyak pilihan trek yg bisa
dilalui. Kami pilih salah satu diantaranya dan tinggal mengikutinya. Di sebuah
jalan kecil kami awali jelajah hutan UI yg terlihat masih lebat. Berhubung hutan UI juga tak lepas dari
guyuran hujan semalam, lumpur di dasar hutan langsung nempel ketemu ban seakan
bermesraan walaupun tidak begitu tebal karena diselingi rumput semak belukar.
Pepohonan yg lebat langsung menyambut kami begitu memasuki single trek menambah
denyut adrenalin. Sungguh pemandangan nan menakjubkan bisa meliuk liuk dengan
sepeda diantara pepohonan hutan di tengah udara yg sangat segar. Kegembiraan
menyelimuti sanubari begitu mata kami dimanjakan sajian lebatnya hutan
belantara dan kenyataan kami bisa berada di dalamnya. Dengan terus memelototi
panduan trek di Endomondo, mengantar kami menyusuri tepian sebuah danau yg
mengantar kami ke sebuah jalan aspal di sisi barat. Seratus meteran dari situ
kembali kami dibimbing masuk hutan menuju danau yg lain sebelum menyeberangi
titian berupa sebatang pohon yg menuntut extra hati hati saking licinnya.
Seperti anak kecil menemukan mainan baru, asyik menembus pohon dan semak,
termasuk saat harus merangkak melewati batang pohon yg tumbang, sangat cepat
waktu terasa berlalu.
Jalan masuk Hutan UI
Kerjasama UI dengan Pertamina
Danau di Hutan UI
Ngaso Sejenak
Om Ijo asyik Menggowes
Menyeberangi Sungai
Kerjasama dengan BNI
Segarnya pepohonan Hutan UI
Setelah menempuh sekitar 5 km an selesai juga kami
jelajahi hutan UI. Sebenarnya masih trek lanjutan yg bisa dijelajahi di sisi
sebelah timur, namun kata Om Ijo sudah mulai kelelahan bergumul dengan lumpur
dan pohon, energy perlu disisakan untuk pulang dan sepertinya ada yg mulai
gerak-gerak di balik gumpalan daging dengkulnya pertanda penyakit kambuhan
mulai mendera. Sesuatu yg sepertinya bakalan jadi teman perjalanan menuju ke
rumah. Setelah menyebrangi rel kereta KRL, kebetulan ada tempat cuci sepeda,
berhubung tunggangan yg belepotan hingga lumpur masuk ke rantai, kami putuskan
mencuci sepeda. Selanjutnya kami mulai perjalanan kembali ke rumah saat waktu
sudah menunjukan pukul 13.00 siang. Perkiraan kami tentang “sesuatu” yg
bergerak-gerak di balik dengkul Om Ijo memang tidak salah. Setiap sekitar 5km
hingga 10km, dengkul Om Ijo harus dikasi waktu istirahat dengan semakin
seringnya gerakan di balik dengkul seperti ular kadut yg kepanasan, pertanda
sakit kram. Selanjutnya hal ini menjadi pakem tetap hingga kami tiba dengan
selamat di rumah sekitar pukul 18.00 dengan total jarak tempuh sekitar 108 km. Sungguh penjelajahan yg berkesan dengan
segala pengalaman dan medan yg dilalui mulai perkampungan, persawahan, kota
serta hutan dan tak lupa cerita “ular kadut di balik dengkul” nya Om Ijo. 

















