Kamis, 10 Oktober 2013

Semilir Angin di Bukit Cianten


Mimpi indah malam itu belum sepenuhnya berakhir saat saya harus terbangun oleh alarm yg disetel  menandai akan dimulainya salah satu petualangan paling berkesan sepanjang sejarah pergowesan Mentari69. Segera saya berkemas mempersiapkan segala sesuatunya sambil melihat pesan di Hp dari teman teman Mentari 69 lainnya. Hari itu sabtu 5 Oct 2013 kami anggota Mentari69 bersama team LG Ecekeble berencana menjelajah salah satu trek terkenal di kalangan goweser yakni trek Cianten di daerah Leuwi Liang Bogor. Seperti biasa setiap akan menjelajah trek yg baru (belum pernah dijelajahi), rasa penasaran senantiasa muncul tak tertahankan untuk ingin segera melahap dan merasakan sensasi bersepeda di alam liar. Tak terkecuali hari itu. Kali ini sepeda kami loading di mobil pick up Om wawan yg ditemani oleh saya sedang teman teman yg lain ikut mobil Om agung. Di pagi buta itu kami sudah meluncur menuju bogor tepatnya di desa Cianten daerah Leuwi Liang Bogor tempat kami unloading melewati tol Jagorawi. Peserta Mentari69 yg ikut gowes kali ini, Om Bagas Pak Ketua, Om Agung sang penasehat trek, Om Wawan, Om Edi, Om Gatot, dan saya sendiri. Cukup jarang kami anggota Mentari69 bisa gowes bareng sebanyak ini, biasanya paling banter hanya 3 sampai 4 orang saja dengan berbagai macam dalih dan alasan mulai ternak teri (mengantar anak dan istri) hingga tugas Negara maupun SIM(surat ijin menggowes) yg tidak kunjung datang hingga detik-detik akhir. Untuk team Ecekeble sendiri ada 14 orang yg sudah biasa gowes bareng dengan kami. Tepat jam 08.30 kami tiba di Unit PLTA Kracak, tanpa menunggu lama segera menurunkan sepeda dari pick up untuk selanjutnya berganti angkot yg sudah dipesenin Om romi Ecekeble menuju titik start di warung mang Ujang. Perjalanan menuju warung mang ujang melewati jalanan berasal rusak dan menanjak yg cukup menyiksa  kami yg menumpanginya sejauh kurang legih 22km cukup sensasional untuk latihan dengkul andai ditempuh dengan menggowes. Begitu sampai di warung mang ujang, segera kami merakit kembali sepeda setelah unloading dari angkot. Beberapa teman yg tidak sempat sarapan segera menyerbu warung untuk loading bahan bakar buat tubuh agar siap melahap trek seharian sekaligus membawa sebungkus nasi yg disediakan temen temen Ecekeble berhubung dari info yg di dapat, tidak ada lagi warung sepanjang trek yg akan dilewati yg terbukti tidak sepenuhnya benar. Angin pagi berhembus dengan kesegaran khas pegunungan terasa sejuk di badan seakan menyapa selamat datang untuk kami membuat kami semakin tidak sabar untuk segera meluncur. Berdoa sejenak, tidak menunggu lama perlahan kami mulai menggenjot sepeda masing masing. Perjalanan diawali dengan jalan makadam hanya dua ratusan meter sebelum belok kanan masuk singel trek favorit setiap goweser. Canda tawa dan wajah wajah happy langsung terlihat begitu memasuki sebuah bukit perkebunan teh menghijau dihiasi pohon pohon peneduh. Alaamak indahnya, pikir saya dalam hati, yg pasti juga dirasakan temen temen yg lain. Sebuah goresan alam menakjubkan langsung terbentang di depan kami begitu kami melewati single trek tersebut. Inilah salah satu momen yg paling kami tunggu, menemukan untaian panorama surga yg kami dapatkan saat bersepeda di jalur offroad. Tanpa komando terlebih dahulu dan sudah jadi tradisi wajib, acara narsis berfoto ria segera jadi kegiatan selanjutnya dengan mengabaikan waktu perjalanan.
View di titik start

Foto keluarga sebelum start
Warung mang Ujang

Single track yg eksotis
                 
Dengan posisi warung mang ujang yg harus dicapai angkot lewat pendakian panjang, bisa dipastikan trek kali ini akan banyak diwarnai turunan sekaligus mengurangi aroma nge-race dan saling ledek teman teman Ecekeble yg biasanya jadi tradisi di trek tanjakan. Dan memang demikianlah kenyataannya. Sepeda meluncur di single trek dihiasi pemandangan indah di kiri kanan, sungguh suatu hiburan impian setiap goweser. Single trek ini sekitar 4km sebelum berakhir di jalan makadam yg sepertinya lanjutan jalan awal kami memulai. Jalan makadam inipun masih melewati perkebunan teh yg merupakan bagian dari perkebunan PTP bukit Cianten. Hanya beberapa kilometer kami tempuh, selanjutnya kami tiba di sebuah gubuk peristirahatan untuk regrouping kembali. Pak ketua kami Mentari69 om Bagas tampak sumringah meskipun sambil menahan sesak napas, akibat jarang gowes barangkali, tetapi tetap tampak sangat menikmati seolah menemukan mainan baru.
Melaju di bukit Cianten 
Dari gubuk ini, kami lanjutkan perjalanan kembali melewati jalan yg dicor sebelum melewati turunan tajam berbentuk mangkuk. Sedikit ngeri melewatinya, apalagi denger-denger pernah ada yg jatuh di turunan ini. Sepeda segera melaju dengan sangat kencang sebelum ditahan tanjakan diujungnya. Dari sini kembali disuguhi perkebunan teh dari ujung ke ujung untuk selanjutnya berbelok ke kiri memasuki single trek kembali. Menurut keterangan penduduk sekitar, jika kita meneruskan jalan beton ini akan tembus ke pantai pelabuhan ratu. Area ini bisa dibilang salah satu maskot perjalanan kami hari itu dengan latar belakang gunung menjulang di kejauhan membuat kami kompak foto keluarga, sangat sayang kalau dilewatkan. Berbagai pose dan gaya tidak kalah dengan foto model di catwalk diperagakan teman-teman, tidak ketinggalan foto keluarga khusus Mentari69. 
Melaju di turunan mangkuk 
 Foto Keluarga
 Puas bernarsis ria, perjalan kami lanjutkan memasuki turunan demi turunan namun tetap harus berhati-hati dan waspada tingkat tinggi berhubung jauh dan curamnya turunan dan di sisi kiri sepanjang turunan terdapat jurang tertutup semak dan hutan. Bisa dibilang ini salah satu gowes ter happy, terkompak, dan paling berkesan. Happy karena trek yg dilewati didominasi turunan, membuat semua wajah temen-temen tidak ada yg terlihat susah, namun sebaliknya senyum mengembang sepanjang jalan. Kompak karena peserta yg cukup banyak dan tidak ada nge-race alias lomba-lombaan. Paling berkesan tentu saja, dengan begitu banyaknya sajian alam mempesona. Terlebih saat kami lewati jembatan kecil tempat menyebrangi sungai kecil berair jernih saat kami tiba di ujung turunan panjang, sungguh sulit untuk dilukiskan. Kita yg terbiasa dengan pemandangan daerah urban atau perkotaan sangat jarang bisa menikmati sajian alam seperti ini, apalagi tempat seperti ini hampir tidak mungkin dijangkau dengan kendaraan bermotor, yg menjadi sisi lain keunggulan bersepeda selain hemat BBM tentunya serta menguji daya tahan tubuh maupun nyali. Cukup lama kami nikmati dan kagumi kehijauan alam anugerah yg di Atas, memuaskan mata sepuas-puasnya. Kalau bisa dibiliang, inilah salah satu trek paling komplit dan sangat kami rekomendasikan dengan begitu banyaknya single trek yg paling menjadi incaran goweser offroad. Sangat cocok untuk goweser nyubi alias pemula, maupun yg sudah senior. Melihat sungai dengan air jernih tepat sekitar jam 12.00 siang memaksa kami memutuskan makan siang di sini, sepertinya ini yg paling cocok tempatnya. Banyaknya batu besar di tengah sungai sangat cocok untuk nongkrong sambil makan. Tak berapa lama, segera kami berpencar mencari lokasi paling pas untuk makan sambil melihat air nan jernih dan pemandangan nun jauh di sana ditimpali sepoi-sepoi semilir angin bukit Cianten. Rasanya bekal nasi bungkus yg kami bawa menjadi makanan yg paling enak sedunia akhirat. Ayam dan sayur toge serta sambal menjadi menu makan siang kali ini. Sambil tetap dengan canda dan senda gurau khas goweser ditambah nasi bungkus yg maknyuss enaknya, tidak lama waktu yg dibutuhkan untuk melahap habis, bahkan terasa masih kurang. Selanjutnya adalah waktunya berendam, tidak tahan melihat air jernih seperti ini, jarang sekali menemukan sungai dengan air jernih, apalagi di Cikarang, hampir mustahil menemukannya kecuali di kolam renang. Segera kami nyemplung ke sungai menenggelamkan kepala, sungguh terasa segerr, seolah mengurangi sebagian besar beban hidup sehari-hari, hanyut terbawa air sungai hingga jauh.
Kesegaran Sungai Cianten 
Dengan berjalannya waktu kami harus menyudahi acara mandi bersama, melanjutkan single trek dan mulai memasuki Desa Muara Dua Kec. Pamijahan. Dari sini hujan deras mulai turun mengiringi perjalanan kami selanjutnya. Berhubung trek masih banyak turunan membuat dengkul jarang menggenjot pedal dengan cepat menurunkan suhu badan hingga membuat kami kedinginan. Mulai dari sini hingga finish perjalanan dilalui keluar masuk kampung. Desa selanjutnya adalah Desa Purwabakti dan Desa Ciasmara yg sebagian besar jalan beraspal. Lalu berikutnya masuk ke Desa Ciasihin dan Desa Cipta Kasih, sepertinya nama-nama desa ini lekat dengan dunia asmara dan cinta. Sekitar 20km perjalanan kami tiba di sebuah danau buatan yg merupakan sumber air untuk turbin PLTA Kracak tempat kami parkir mobil, dari sini air dialirkan melalui sebuat pipa besi berdiameter 1 meteran. Dengan demikian perjalanan kami lanjutkan mengikuti pipa tersebut yg di beberapa titik terlihat di permukaan termasuk di salah satu jembatan. Disini pemandangan sore tidak kalah cantiknya sebagai penghibur badan yg kedinginan. Salah satunya saat kami melewati turunan dengan permukaan berumput yg sangat curam hingga memaksa kami TTB alias tuntun bike di turunan, mengalahkan nyali kami.
 Menjelang Finish 
Di ujung turunan tampak pepohonan hijau menghiasi di kiri kanan jalan berjajar dengan rapi. Tidak berapa lama, akhirnya kami tiba juga di PLTA Kracak Kec. Leuwi Liang tempat kami parkir mobil sekaligus membilas tubuh yg basah kuyup bercampur keringat. Semilir angin di bukit Cianten sudah berlalu, namun memori tentang sebuah perjalanan yg penuh kesan akan tetap menjadi sebuah kenangan yg tak mungkin terlupakan.

Trek Cianten