Kamis, 26 September 2013

Menyusuri Punggung Cirata


Menyusuri Punggung Cirata

Setelah sekian lama menahan libido akan nafsu panasaran melihat alam Cirata, akhirnya kesampaian juga cita-cita saya gowes ke Cirata dengan ditemanin Om Krisno yg jarang-jarang dapat ijin tanpa batas seharian. Berhubung teman-teman mentari69 yg lain pada ragu-ragu, mungkin karena mendengar isu jarak tempuh yg hingga 200an KM dengan kondisi tanjakan yg belum jelas. Sebenarnya saya sendiri ada sedikit keraguan juga, apakah sanggup menempuh jarak sejauh itu apalagi yg menemani kali ini adalah maskotnya Mentari69 yg sudah kondang kemana-mana akan stamina dan pengalaman gowesnya yg sudah dianggap seperti “AKAP” alias antar kota antar propinsi dalam dunia pergowesan, yg tentu saja sudah siap menyeret-nyeret saya sepanjang jalan.   Sabtu 14 September 2013 tepat jam 05.30 pagi kami berdua, saya dan Om Krisno, sudah bersiap dengan tunggangan masing-masing. Om Krisno dengan Spezi pinjaman Om Gunpar nya, berhubung scott nya lagi diopname, saya dengan tunggangan setia si Alex.

Jalan Makadam di Selatan Delta Mas
Aroma bakal diseret-seret sudah terasa begitu kami memasuki Delta Mas menuju Ds. Medal Krisna. Dengan gaya gowes yg seperti biasanya, Om Krisno yg sering kami panggil dengan “Eyang” merujuk pada seseorang yg dianggap sesepuh, langsung melaju di depan saya, seolah meminta-minta saya untuk menambah kecepatan. Hanya karena kekurangpahamannya akan jalur yg dilewati sajalah yg membuatnya menunggu saya tiap kali sudah agak menjauh di depan, takut kesasar sepertinya. Jalur di selatan Delta Mas ini memang sudah sering kami lewati, kecuali oleh Om Krisno sendiri berhubung terbatasnya ijin Gowes saat akhir pekan. Selepas Desa Medal Krisna, tanjakan demi tanjakan sudah harus kami lalui meskipun masih bisa dilewati dengan mudah dengan jalanan didominasi oleh jalan Makadam. Situ Cibeet kami lewati begitu saja yg biasanya sering dijadikan tempat mampir oleh goweser Cikarang MTB mengingat masih jauhnya perjalanan yg   harus ditempuh. Selepas Situ Cibeet kami memasuki daerah Karang Indah. Di sini pemandangan didominasi oleh persawahan serta rumah-rumah penduduk di sepanjang jalan, tetapi jalanan sudah berubah menjadi jalan yg dicor semen, padahal belum lama ini masih berupa jalan macadam, suatu pertanda untuk para goweser Cikarang kalau tidak lama lagi akan semakin sulit menemukan trek offroad, belum lagi perluasan kawasan Industri yg sudah sampai ke pelosok-pelosok.
                                                             Om Krisno langsung melesat ke depan
Rolling naik turun tetap mewarnai sepanjang jalan, dan satu hal yg saya rasakan, sudah sejauh itu jarak yg ditempuh tetapi kecepatan sepeda seakan tidak berkurang, tetap di angka 20an KM /jam sebelum saya sadari dengan siapa saya gowes hari itu. Biasanya paling tidak satu atau dua kali istirahat menyelingi perjalanan sejauh itu. Tidak sampai 2 jam, sudah tiba kami di Jalan raya Cariu menuju Cikalong Kulon. Milleage di Endomondo sudah menunjuk angka 32KM, masih jauh untuk menyelesaikan misi.
                                                                       Pemandangan seputar Cariu
Dari pertigaan Cariu ini, kalau kita belok ke kenan akan menuju ke arah Jonggol – Cibarusah. Cirata sendiri ke arah kiri. Langsung saja kami arahkan perjalanan ke arah kiri tanpa sempat istirahat. Dari sini perjalanan akan dilalui di atas aspal yg cukup mulus. Berhubung hari itu adalah hari sabtu dan masih pagi, lalu lintas tampak cukup lengang dengan udara yg terasa cukup segar. Hal ini adalah sedikit hiburan untuk nafas yg memburu yg berimbas pada naiknya suhu dada dengan Om Krisno yg selalu di depan hampir menghilang memaksa saya mengeluarkan kemampuan terbaik meskipun terbilang sia-sia karena tetap tak bisa mengejar. Di kiri kanan jalan dipenuhi pepohonan menghijau, sungguh menyegarkan. Tidak berapa lama kami lewati penangkaran rusa di Cariu. Di kiri nun jauh di sana jajaran pegunungan berjejer dengan gagahnya seolah menantang kami untuk menjelajahi setiap lekuk tubuhnya, menerobos lebatnya pepohonan yg menaunginya. Sepertinya pegunungan sanggabhuana yg menuju curug cigentis.  Benak saya sejenak berpikir alangkah menariknya menembus hutan itu hingga tembus ke Cigentis, semoga suatu saat nanti. Perjalanan masih naik turun, sempat berhenti sebentar di warung yg menjual es kelapa, sungguh segar terasa di tenggorokan, sebagai persiapan sebelum memulai maskot tanjakan trip hari itu. Tanjakan ini bermula dari km 55 perjalanan hingga berakhir 5km berikutnya. Begitu tanjakan mulai kami tapaki, om krisno langsung menghilang di tikungan pertama. Nafas makin memburu saat melihat ke depan jalanan miring seolah tanpa ujung. Banyak juga truk mogok terlihat tak berdaya melewati tanjakan. Di tengah jalan sempat disalip goweser dari gunung putri bogor yg terlihat tangguh melahap tanjakan. Tidak sempat banyak ngobrol berhubung nafas mau habis. Keinginan melibas tanjakan ini sekali genjot tanpa istirahat harus dikubur dalam-dalam saat saya harus berhenti mengambil nafas sambil menisi ulang cairan tubuh agar tidak sampai dehidrasi. Setelah berjuang keras sekitar 1 jam, dengan genjotan terakhir sampai juga saya di puncak Cikalong kulon dengan om Krisno sudah menunggu tak sabar untuk melanjutkan perjalanan. Teh manis dan keripik pisang yg banyak berjejer dijual jadi menu istirahat mengambil nafas. Selanjutnya jadi ritme yg pakem, tiap kali melewati tanjakan, om Krisno langsung melesat di depan menunggu saya di ujung tanjakan. Selepas pendakian Cikalong kulon, bonus turunan nan panjang menanti. Hanya sedikit selingan tanjakan, terasa benar sensasi melaju deras di turunan panjang dihiasi pemandangan alam dikiri kanan jalan.




                                                                                             Tanjakan Cariu
Dalam waktu singkat sampailah kami di pertigaan desa Sukagalih. Arah kanan menuju Cianjur/bandung, arah kiri menuju Purwakarta. Kami ambil arah kiri. Suasana jalan bertambah ramai terutama saat melewati pasar Kamurang. Selepas pasar, jalan aspal rusak menjadi trek berikutnya. Rumah penduduk semakin berkurang sebelum kami mulai memasuki pedesaan dengan banyak daerah hutan di sepanjang jalan. Inilah hiburan yg sebenarnya dari perjalanan kami hari itu. Jalanan yg cenderung menurun, sehingga di banyak bagian kami bisa fokus menikmati sajian alam nan menggoda dengan kesegaran udara khas kerimbunan pepohonan. Terbersit di pikiran alangkah menyesalnya seandainya sampai melewatkan pemandangan  ini. Jalan yg kami lewati ini terletak di antara waduk Jatiluhur dan Cirata dengan lebih dekat dan lebih banyak menyuri Cirata. Tujuan kami berikutnya adalah daerah Plered Purwakarta sekitar 50km dari pertigaan desa Sukagalih. Sepanjang itu kami disuguhi pemandangan alam mempesona tiada henti. Termasuk saat kami memasuki PLTA waduk Cirata, keindahan waduk sepuasnya bisa dinikmati dari sini. Di kejauhan tampak keramba-keramba ikan penduduk berjejer rapi menghiasi sisi waduk. Seperti biasa tak lupa kami bernarsis ria mengabadikan momen yg mungkin tak bisa kami ulangi lagi. Perjalanan kami lanjutkan menyusuri pinggir waduk dan tidak berapa lama kami tiba di jembatan orange mirip yg ada di waduk Jatiluhur, tetapi yg ini jauh lebih panjang dan tidak kalah indahnya pemandangan yg tersaji. Jembatan ini membelah sungai citarum yg menghubungkan Waduk jatiluhur dan Cirata. Bisa dibilang waduk Cirata adalah hulu dari waduk Jatiluhur. Tampak air yg tenang di kedalaman saat dilihat dari atas Jembatan. Selepas jembatan orange, kembali kami dihajar tanjakan yg cukup panjang yg mengarah ke daerah plered. Setelahnya jalan relative datar namun berhubung jarak yg sudah ditempuh lebih dari 80KM, stamina sudah mulai turun drastic, namun tidak untuk Om Krisno yg seolah tidak ada habisnya, sedikitpun tidak terlihat wajah kelelahan yg menunjukkan stamina yg luar biasa.

Di sebuah desa kami berhenti untuk makan siang sebentar sekitar jam 12 siang. Ada yg lucu dari acara makan siang hari itu. Ibu penjual warung yg orang sunda tetap menganggap kami orang sunda padahal sudah kami beritahu kalau kami pendatang, bahasa yg dipakai tetap bahasa sunda. Kami hanya bisa manggut-manggut sambil senyum-senyum seolah mengerti padahal tidak J. Begitu selesai makan, kami lanjutkan perjalanan segera melewati jalan pedesaan yg meskipun panas oleh teriknya matahari, tapi udara cukup segar dengan masih banyaknya pepohonan. Rute kami selanjutnya adalah plered hingga memasuki kota Purwakarta. Dari sini kami cari arah Jalan Raya Curug yang mengarah ke hulu dari Kalimalang. Hari sudah sore saat kami tiba di percabangan antara kali malang dengan sungai Citarum. Dengan sisa-sisa tenaga yg ada kami susuri kalimalang dengan pemandangan yg mulai agak membosankan. Om Krisno langsung melesat ke depan saat saya kasi petunjuk arah pulang yg tinggal menyusuri kali malang. Tepat jam 06.00 sore saya tidab kembali ke rumah dengan selamat dengan menyisakan rasa pegal yg cukup menyiksa namun rasa puas tentu saja mengalahkan sakit dan pegal di badan dengan pengalaman bersepeda hari itu yg tidak akan pernah terlupakan.